Senin, 12 Oktober 2015

hukum wudlu bersentuhanya wanita dan laki laki non muhrim

Ada dua pendapat menurut As-Syafi’i tentang batalnya wudlu bagi orang yang disentuh perempuan lain. Yang dipermasalahkan:
  • manakah yang paling utama untuk kita ikuti? 
  • Mengikuti pendapat kedua dari imam syafi’i itu atau pindah madzab lain? 
  • Dan bagaimana hukumnya pindah madzab pada waktu itu?

Jawaban

Mana yang lebih utama, ada dua pendapat:
  • Pertama: boleh memilih antara qoul tsani dan pindah madzab lain. 
  • Kedua: lebih baik taqlid pada qoul tsani. Sedangkan pindah madzab pada waktu tertentu adalah boleh.

Dasar Pengambilan Dalil

Hasyiyah ibnu Hajar ala al-adloh fi manasiki al-hajj li al-nawawi, hal. 236

وفى الملموس قولان للشافعى رحمه الله، أصحهما عند أكثر أصحابه أنه ينتقض وضؤءه وهو نصه فى أكثر كتبه. والثانى لا ينتقض وضوءه واختاره جماعة قليلة فى اصحابه والمختار الاول.
Yang ashoh dan kedua pendapat menurut kebanyakan santrinya (sahabatnya) hal itu merusakan (membatalkan) wudlunya. Pendapat itu merupakan nash dari imam syafi’i dalam kebanyakan kitabnya sedangkan pendapat kedua tidak membatalkan wudlunya dan pendapat ini dipilih oleh kelompok kecil dari santrinya. Yang muhtar (terpilih) adalah pendapat yang pertama.

Bughyatul Mustarsyiddin, 9

يجوز تقليد ملتزم مذهب الشافعى غير مذهبه أو المرجو للضرورة اى المشقة التى لا تحتمل عادة. وفى سبعة كتب مفيدة ص مانصه: واعلم أن الأصح من كلام المتأخرين كالشيخ ابن حجر وغيره أنه يجوز الإستقال من مذهب إلى مذهب من المذاهب المدوية ولو لمجرد التشهى سواء إنتقل دواما أو بعض الحادثات.
Boleh taqlid (mengikuti) bagi yang tetap yang tetap madzab imam syafi’i pada selain madzabnya, atau pada pendapat yang marjuh karena dhorurot. Artinya masyakot (sulit) yang tidak menjadikan kebiasaan. Dalam kitab sab’atul kutubi almufidah di jelaskan: ketahuilah sesungguhnya yang ashoh menurut pendapat ulama mutaakhirin (yang akhir-akhir) seperti Syekh Ibnu Hajar dan lainnya. Yaitu boleh pindah madzab kemadzab lain dari beberapa madzab yang telah dibukukan, meskipun hanya untuk keinginan, baik pindahnya itu untuk selamanya atau didalam sebagian kejadian.

Sab’atu Kutubi al-mustafidah, hal. 160 (belum ditulis)

الأصح أن العامى محير بين تقليد من شاء ولو مفضولا عنده مع وجود الأفضل ما لم يتتبّع الرخص، بل وإن تتبعها على ما قاله عزّ الدين عبد السلام وغيره.
Yang ashoh, sesungguhnya orang awab (al-am) boleh memilih antara mengikuti pendapat orang yang dikendaki meskipun pendapat yang diungguli disisinya, padahal ada yang lebih afdlol. Selama ia tidak berturut-turut mengikuti yang ringan (rukhsoh) bahkan meskipun berturut-turut (juga boleh ) menurut apa yang dikatakan oleh Imam Izzuddin bin ‘Abdi Salam dan lain-lainnya.

Hamisy I’anatu al-Tholibin, II: 59

وحينئذ تقليد أحد هذين القولين أولى من تقليد أبي حنيفة.
Dengan demikian, mengikuti salah satu dari dua pendapat ini lebih baik dari mengikuti madzab abi hanifah.

Al-Fawaidu Al-Madaniyah al-Qubro

إن تقليد القول أو الوجه الضعيف في المذهب بشرطه أولى من تقليد مذهب الغير لعسر اجتماع شروطه
Mengikuti pendapat atau wajah dhoif di dalam madzabnya dengan syarat-syaratnya, itu lebih utama dari pada mengikuti madzab-madzab lain, karena mengumpulkan sarat-saratnya.

Jam’ur Risalatain Fi ta’addudil Jum’atain, hal. 14

القديم أيضا أن أقلهم اثنا عشر اهـ ثم إن تقليد القول القديم أولى من تقليد المخالف لأنه يحتاج أن يراعي مذهب المقلد بفتح اللام في الوضوء والغسل وبقية الشروط، وهذا يعسر على غير العارف، فالتمسك بأقوال الإمام الضعيفة أولى من الخروج إلى المذهب الآخر.
Taqlid (mengikuti) pendapat qoul qodim itu lebih baik dari pada mengikuti madzab yang berbeda dengan (madzabnya). Karena itu memerlukan menjaga madzab yang diikutinya. Dalam wudlu, mandi dan semua syarat-syarat. Hal ini sulit bagi selain yang mengetahui. Maka berpegang teguh kepada pendapat-pendapat imanya yang dhoif itu lebih baik dari pada keluar menuju madzab yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar