Senin, 12 Oktober 2015

hukum cangkok jantung dan ginjal

Bagaimana hukumnya cangkok ginjal dan jantung?
  1. Cangkok ginjal ialah mengganti ginjal seseorang dengan ginjal orang lain. Ginjal pengganti itu dapat diambil dari orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati. Pengambilan ginjal dari orang yang hidup itu mungkin karena setiap orang mempunyai dua ginjal.
  2. Transplantasi jantung ialah mengganti jantung seseorang dengan jantung orang lain. Transplatasi jantung ini hanya dapat di lakukan dari orang yang sudah mati saja, karena setiap orang hanya mempunyai satu jantung. Kiranya sangat sulit melakukan transplatasi ginjal dan jantung dari binatang. Karena dua hal ini dibutuhkan adanya persamaan antara darah yang memberikan ginjal atau jantung ( donor) dengan orang yang mendapatkan ganti ginjal atau jantung tadi.

 jawabanya sama seperti cangkok mata

Fathul Jawad 26

وبقى مالم يوجد صالح غيره فيحتمل جواز الجبر بعظم الآدمى الميت كمايجوز للمضطر أكل الميت وإن لم يخش إلا مبيح التيمم. وجزم المدابغى بالجواز، حيث قال: فان لم يصلح إلاعظم الآدمى قدم نحو الحربى كالمرتد ثم الذمى ثم المسلم.
Dan masih ada, bila sudah tidak dijumpai yang baik boleh menambali (cangkok) dengan tulang orang yang sudah mati. Seperti halnya boleh memakan bangkai orang yang sudah mati meski tidak khawatir sampai batas diperbolehkannya tayamum. Dan Imam Al-Madabighi yakin dengan hukum boleh, dia menyatakan jika tidak ada yang bagus (untuk menambal) kecuali tulang orang, maka dahulukanlah orang kafir harbi, orang murtad, lalu kafir dzimy, kemudian orang islam.

Al-mahali

وله أى للمضطر أكل أدمى ميت لأن حرمة الحى أعظم من حرمة الميت
Jika terpaksa dan yang ditemukan hanya bangkai orang mati, maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup masih dikuatkan dari pada kehormatan orang yang sudah mati.

Bijaeromi iqna, IV: 272 (belum ditulis)

والأوجه كماهو ظاهر كلامهم عدم النظر إلى أفضلية الميت مع إتحادهما إسلاما وعصمة.
Menurut yang aujah, seperti penjelasan ahli fiqih tidak memandang pada istemewanya seorang mayit jika sama-sama islam dan terjaga.

Mughni Muhtaj, IV: 307

( وَلَهُ ) أَيْ الْمُضْطَرِّ ( أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ ) إذَا لَمْ يَجِدْ مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ ؛ لِأَنَّ حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ.
Boleh bagi orang yang terpaksa makan bangkai orang ketika tidak di temukan lainnya, seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh, karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati.

Al-Muhadzab, I: 251

وان اضطر ووجد آدميا ميتا جاز أكله لان حرمة الحى آكد من حرمة الميت.
Jika terpaksa dan yang di temukan hanya bangkai orang mati maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup lebih di kuatkan dari pada orang yang sudah mati.

Al-qolyubi, I: 182

( وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ ) لِانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ إلَى الْوَصْلِ ( بِنَجَسٍ ) مِنْ الْعَظْمِ ( لِفَقْدِ الطَّاهِرِ ) الصَّالِحِ لِلْوَصْلِ ( فَمَعْذُورٌ ) فِي ذَلِكَ
Jika menyambung tulangnya karena pecah dan ia memerlukan sembungan dengan tulang najis karena daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di ambil bola mata nya sesudah mati untuk kepentingan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar